Opini

MENGUNGKAP MAKNA DIBALIK PENETAPAN 1 JUNI SEBAGAI HARI LAHIRNYA PANCASILA

Oleh : Miftakul Rohmah, S.Ag., M.Pd.Anggota KPU Kabupaten Sidoarjo  Ada yang terasa istimewa pada tanggal 1 Juni 2016 kemarin, sejarah baru dibuat oleh pemerintahan  Jokowi,  setelah  banyaknya desakan  dari berbagai elemen  bangsa baik itu LSM, ORMAS, maupun tokoh masyarakat, maka  bertempat di Gedung  Merdeka, Jl. Asia Afrika Bandung, pemerintah menetapkan 1 juni sebagai  Hari Lahir Pancasila dan menjadi Hari Libur Nasional melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016 yang akan berlaku mulai  tahun 2017.Sedemikian pentingkah Pancasila  bagi  bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia, sampai – sampai  Presiden Republik Indonesia  ke-7  tersebut  harus mengeluarkan Keppres dan menjadikan  tanggal 1 Juni 2016 sebagai hari libur Nasional. Tentu pro dan kontra selalu ada seiring dengan dikeluarkannya  sebuah kebijakan, namun jika dicermati, maka lebih banyak pihak yang mengapresiasi dan menyambut  dengan positif kebijakan ini daripada mereka yang kontra. Ketua MPR RI,  Drs. Zulkifli Hasan,  misalnya, sangat mendukung langkah pemerintah untuk menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan menjadi Hari Libur Nasional. Zulkifli berpendapat bahwa sebagai ideologi, Pancasila harus terus dijaga, karena dengan Pancasila, sendi-sendi negara akan kokoh dan tak terkoyahkan sehingga kemungkinan masuknya ideologi lain bisa ditangkal. ”Oleh karena itu, mari kita terima 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Kita berharap dengan peringatan kelahiran Pancasila ini, kita menghargai karya besar para tokoh bangsa, jangan lupakan sejarah,” kata Zulkifli (koran-sindo.com, 02/06/16).Terlepas dari pro-kontra, ada  beberapa  analisa  yang  bisa  dijadikan pemikiran  mengapa   kemudian  presiden  mengeluarkan Keppres  Nomor 24 Tahun 2016  tersebut ;Pertama, Sejarah Bangsa. lahirnya Pancasila adalah bagian dari sejarah bangsa. Sebagai bangsa  yang  besar,  tentu  kita  tidak boleh melupakan sejarah, sebuah bangsa tidak akan pernah menjadi  besar kalau bangsa tersebut tidak pernah belajar dari sejarahnya, bangsa yang bijak adalah bangsa yang mengenal  sejarah bangsanya sendiri. Presiden  Republik Indonesia  pertama, Bung Karno,  dalam salah satu pidatonya berpesan kepada  seluruh  rakyat Indonesia untuk tidak melupakan sejarah perjuangan bangsa, yang kemudian dikenal dengan istilah “Jasmerah” atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, karena sejarah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan sebuah bangsa. Peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau dari sebuah bangsa itu akan menjadi sebuah pedoman atau pegangan hidup dari bangsa tersebut di masa sekarang dan di masa depan.Demikian  juga dengan lahirnya Pancasila, bangsa Indonesia terutama  generasi penerus bangsa harus difahamkan betapa  berat perjuangan  pendahulu kita  dalam melahirkan Pancasila. Bagaimana ketika awal-awal persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia, melalui proses yang panjang, para pendiri bangsa kita telah merumuskan sejarah awal pembentukan ideologi dan dasar negara Indonesia. Pada masa itu, sempat terjadi perdebatan antara tokoh-tokoh dari golongan Islam yang ingin Indonesia menjadi negara Islam dan tokoh-tokoh dari golongan lainnya yang ingin Indonesia menjadi negara sekuler, dan menyatakan keberatan terhadap rumusan awal ideologi yang menuliskan bahwa pemeluk agama Islam wajib mentaati syari’at Islam. Demi menjaga persatuan bangsa, para pendiri bangsa kita akhirnya sepakat dengan rumusan bahwa negara kita berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan sila pertama dari Pancasila dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.  Hal lain yang menjadi titik penting dalam sejarah lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia adalah saat terjadi insiden Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965. Penggiat insiden ini adalah PKI yang ingin mengubah ideologi negara dari Pancasila menjadi ideologi Komunis. Karena upaya kudeta ini gagal, pemerintahan orde baru memutuskan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila, menyimbolkan bahwa Pancasila menunjukkan kekuatannya (kesaktiannya) terhadap ideologi Komunis.Kedua, Peran & Fungsi Pancasila. Pancasila memiliki fungsi dan tujuan yang mengatur sendi sendi bangsa.  Pancasila merupakan dasar Negara yang merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia termasuk didalamnya seluruh  unsur-unsurnya, yakni  pemerintah, wilayah  dan rakyat.  Pancasila  juga  berfungsi  sebagai pandangan  hidup  bangsa Indonesia, nilai nilai  yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila berasal dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dan Pancasila  adalah  jiwa  bangsa Indonesia, artinya  Pancasila lahir  bersama dengan lahirnya  bangsa Indonesia  dan Pancasila  memberikan ciri dan corak kepada bangsa Indonesia, dan inilah yang membedakan bangsa  Indoesia dengan  bangsa lain. Di sisi lain, Pancasila juga berfungsi sebagai falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung  nilai-nilai  dan  norma-norma yang oleh bangsa Indonesia diyakini benar, adil, bijaksana,  dan dapat  mempersatukan  bangsa Indonesia.Pancasila muncul ditengah-tengah “kegalauan’ Bangsa Indonesia dalam memilih pijakan negara, ketika bangsa Indonesia harus memilih berdiri dengan ideologi Liberal atau Sosialis. Maka Pancasila muncul dengan membawa jawaban untuk mengambil jalan tengah diantara kepentingan individu dan kepentingan bersama. Pancasila sebagai dasar negara telah memberikan wadah bagi bangsa yang multikultural untuk dapat hidup berdampingan, mengedepankan aspek toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Ketiga, Kepentingan Politik. Seolah sudah menjadi kemakluman bersama bahwa setiap  kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden atau pemerintahan dinilai tidak pernah lepas dari kepentingan  politik  siapa  yang  berkuasa  saat itu,  begitu pula  kebijakan  terbitnya Keppres Nomor 24 Tahun 2016  tentu juga dilihat sebagai kepentingan partai penguasa, (dalam hal ini, PDIP), khususnya  dari keluarga  besar  Sukarno.  Dan hal  ini  tentu  sangat  wajar  karena ada keterikatan  emosional  antara  Presiden Jokowi yang berasal dari PDIP dengan bung Karno  sebagai  tokoh yang  melahirkan Pancasila. Dan  inilah   salah satu alasan menjadikan kenapa di era pemerintahan  Jokowilah tanggal 1 Juni  diumumkan sebagai  hari lahirnya Pancasila dan Hari Libur Nasional, sementara  6 Presiden  sebelumnya  tidak  mengeluarkan kebijakan  tersebut.Namun demikian terlepas dari pro dan kontra sebab musabab terbitnya Keppres Nomor 24 Tahun 2016, yang terpenting  adalah  menjadikan  momentum  tanggal 1 Juni  sebagai  sejarah untuk  mengenang kembali  bagaimana Pancasila  diperjuangkan  di bumi pertiwi dan mengimplementasikan  nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Dilema Kampanye Yang Difasilitasi Oleh KPU Dalam Pilkada Serentak Tahun 2015

Selasa, 24 Mei 2016Oleh : Noor Ifah, S.HStaf Subbag Hukum KPU Kabupaten SidoarjoHiruk pikuk Pilkada Serentak Tahun 2015 telah usai. Banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik dari penyelenggaraan Pilkada yang telah digelar di 9 provinsi dan 264 kabupaten/kota tersebut, yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi penyelenggaraan Pilkada Serentak selanjutnya. Salah satu persoalan yang muncul dalam Pilkada Serentak Tahun 2015 lalu, adalah polemik dari pelaksanaan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, yang mengatur dan memberi batasan pada peserta Pilkada dalam berkampanye, di mana pada masa kampanye, baik Alat Peraga Kampanye (APK), Bahan Kampanye (BK) dan Iklan Kampanye dari masing-masing pasangan calon difasilitasi oleh KPU. Pada pelaksanaannya, banyak dinamika yang terjadi di lapangan. Mulai dari pelanggaran pemasangan APK di tempat-tempat yang dilarang, pencetakan bahan kampanye oleh pasangan calon diluar yang diperbolehkan KPU, keterlambatan pemasangan APK, banyaknya APK yang rusak atau hilang, Bahan Kampanye yang tertukar, hingga distribusi Bahan Kampanye yang tidak sampai ke masyarakat. Hal ini pada akhirnya memunculkan hujatan dan cacian dari publik kepada KPU, dan menyisakan dilema terkait efektifitas peraturan pembatasan kampanye dalam bentuk APK dan Bahan Kampanye yang difasilitasi oleh KPU.Kampanye merupakan wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggungjawab dan dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk aktif menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan. Dalam Kampanye, terdapat kegiatan menawarkan visi, misi dan program pasangan calon dan/atau informasi lainnya yang bertujuan untuk mengenalkan atau meyakinkan pemilih.Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, kampanye merupakan tahapan yang juga sangat krusial karena masa ini adalah masa dimana pusat perhatian publik tertuju, baik dari peserta Pemilu, pemantau Pemilu, Tim Kampanye serta penyelenggara Pemilu terutama Panwaslih dan masyarakat atau pemilih.Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2015 digelar dalam jangka waktu yang cukup panjang, yakni mulai dari tanggal 27 Agustus 2015 atau 3 hari setelah penetapan pasangan calon (24 Agustus 2015), sampai dengan 5 Desember 2015. Jika dihitung sesuai hari kalender, maka peserta Pemilu punya waktu 101 hari untuk berjuang meraih simpati rakyat yang memiliki hak pilih. Sebuah rentang waktu yang cukup panjang. Jika dibandingkan dengan masa kampanye pada Pilkada-pilkada sebelumnya yang diatur dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, masa kampanye hanya diberikan rentang waktu 14 hari atau 2 minggu. Waktu yang panjang untuk berkampanye dalam kurun waktu sekitar 3 bulan lebih ini dimaksudkan untuk mengakomodir ekspektasi pasangan calon yang ingin langsung berkampanye segera setelah penetapan calon, dan juga untuk memberi ruang yang luas bagi kandidat dalam menyampaikan visi-misi dan program untuk menarik masyarakat supaya menjatuhkan pilihan kepada kepada calon tersebut. Di sisi lain, rentang waktu yang panjang ini juga diharapkan memberikan kesempatan kepada masyarakat/pemilih untuk mengenal lebih dalam para calon sehingga tidak salah menentukan pilihan.Dalam kurun waktu kampanye ini pula, usaha-usaha meraih simpati dilakukan para kandidat dengan beradu strategi memanfaatkan berbagai metode kampanye. Namun demikian, meskipun jangka waktu yang tersedia (3 bulan) untuk beradu strategi terbilang panjang, tetapi metode kampanye yang dilakukan dalam Pilkada Serentak Tahun 2015 bukanlah tiada batas. Pembatasan-pembatasan dalam kampanye ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang, sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015. Undang-undang tersebut diturunkan lebih teknis dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan / atau Walikota dan Wakil Walikota.Menurut kedua regulasi tersebut, terdapat pembatasan dalam bentuk pembatasan metode, teknis kampanye, dan jadwal kampanye. Terdapat 7 (tujuh) metode kampanye yang diperbolehkan regulasi Pilkada, yaitu: a. Debat publik/debat terbuka antar pasangan calon; b. Penyebaran Bahan Kampanye yang difasilitasi oleh KPU kepada umum; c. Pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang difasilitasi oleh KPU; d. Iklan di media massa cetak dan/atau media massa elektronik; e. Pertemuan terbatas; f. Pertemuan tatap muka dan dialog; g. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye yaitu kampanye dalam bentuk: rapat umum terbatas, kegiatan kebudayaan (pentas seni, panen raya, konser musik), kegiatan olahraga (gerak jalan santai, sepeda santai), kegiatan sosial (bazar, donor darah, perlombaan, hari ulang tahun) dan/atau kampanye melalui media sosial (facebook, twitter, path dan lain-lain). Waktu pelaksanaan rapat umum dilaksanakan mulai pukul 09.00 dan berakhir 18.00. Frekwensi pelaksanaan dibatasi, yaitu 2 kali untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sedangkan Pemilihan Bupati/Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota hanya dibatasi 1 kali saja.Dengan dibatasinya metode kampanye pada 7 metode di atas, berarti pasangan calon atau Tim Kampanye tidak bisa mengagendakan kampanye diluar metode yang diperbolehkan regulasi. Masing-masing pasangan calon juga dilarang untuk mengadakan Bahan Kampanye dan Alat Peraga Kampanye diluar yang telah disediakan oleh KPU Kabupaten/Kota.  Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon, baik yang mampu secara finansial maupun yang kurang mampu untuk dapat melaksanakan kampanye secara proporsional.Sebagai implementasi dari pembatasan yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan / atau Walikota dan Wakil Walikota, maka terkait pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK),  KPU Kabupaten/Kota memfasilitasi pembuatan dan pemasangan APK dalam bentuk baliho ukuran 4 x 7 meter paling banyak lima buah bagi setiap pasangan calon untuk masing-masing kabupaten/kota, umbul-umbul ukuran 5 x 1,15 meter paling banyak 20 buah untuk setiap pasangan calon per kecamatan, dan spanduk ukuran 1,5 x 7 meter paling banyak dua buah setiap pasangan calon per desa.Selain memfasilitasi pembuatan dan pemasangan Alat Peraga Kampanye, KPU Kabupaten/Kota juga memfasilitasi pembuatan Bahan Kampanye (BK) Pilkada Serentak Tahun 2015. Bahan Kampanye dimaksud, meliputi selebaran (flyer), brosur (leaflet), pamflet dan poster. Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat membuat dan mencetak Bahan Kampanye selain yang difasilitasi oleh KPU kabupaten/Kota, misalnya, kaos, topi, mug, kalender, kartu nama, pin, ballpoint, payung dan/atau stiker. KPU Kabupaten/Kota mencetak Bahan Kampanye sesuai dengan desain dan materi yang disampaikan oleh Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, paling banyak sejumlah kepala keluarga pada wilayah Kabupaten/Kota untuk setiap Pasangan Calon. Materi dari bahan kampanye memuat visi, misi, program, foto Pasangan Calon, tanda gambar Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan/atau pengurus Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Di sisi lain, KPU Kabupaten/Kota juga melaksanakan fasilitasi iklan kampanye di media massa baik televisi, cetak dan radio.Nilai-nilai profesionalitas yang harus dimiliki oleh KPU Kabupaten/Kota teruji pada masa kampanye ini, mengingat bahwa KPU Kabupaten/Kota diwajibkan mempersiapkan perencanaan desain, teknis pelaksanaan dan pemasangan APK serta pencetakan dan penyebaran Bahan Kampanye kepada publik. Hal ini dikarenakan regulasi mengamanatkan pemasangan APK menjadi kewajiban KPU Kabupaten/Kota.Perencanaan yang tidak tepat akan memunculkan persoalan di lapangan, di mana banyak keluhan ataupun laporan yang muncul dari masyarakat. Mulai dari pemasangan spanduk atau baliho berukuran besar yang memenuhi space ruang publik sehingga pemasangannya cenderung kurang rapi dan kurang memenuhi estetika (terutama jika pasangan calonnya lebih dari 2 pasangan calon), pemasangan APK yang sebagian juga terlambat pada sisi pemasangannya, APK mengalami kerusakan atau hilang, hingga banyaknya bermunculan APK yang bukan berasal dari KPU Kabupaten/Kota dan dipasang di tempat/lokasi yang dilarang.Selain persoalan APK, KPU Kabupaten/Kota juga menghadapi banyak komplain dari masyarakat terkait Bahan Kampanye yang menempel pada tiang-tiang listrik/telepon, jembatan, di pepohonan dan sejenisnya. Ini tentunya  bisa merusak fungsi, mengurangi keindahan, bahkan mengotori lingkungan yang diperuntukkan publik. Di sisi lain, banyak pula Bahan Kampanye yang mengalami salah cetak dari percetakan maupun Bahan Kampanye yang terlambat atau tidak terdistribusikan oleh masing-masing pasangan calon sehingga masyarakat atau target pemillih banyak yang tidak tersentuh. Akibatnya, KPU Kabupaten/Kota kembali disalahkan karena dianggap tidak profesional dan kurang memberikan sosialisasi kepada pasangan calon dan Tim Kampanye terkait teknis aturan pendistribusian Bahan Kampanye.Di sisi lain, muncul juga penilaian dari sejumlah pihak bahwa kampanye yang difasilitasi oleh KPU merupakan proses demokrasi yang tanpa euforia pemilu, karena ada batasan-batasan yang terlampau rigid terkait APK, Bahan Kampanye, Debat Publik dan iklan di media massa. Akibatnya, jangkauan kampanye menjadi terbatas, dan masyarakat pedalaman pun sulit mendapatkan akses pada kampanye. Dari pihak pasangan calon, kampanye yang difasilitasi oleh KPU ini dinilai menyempitkan metode kampanye yang masif dan tidak efektif.Lantas bagaimana solusi terbaik terkait carut marut persoalan kampanye yang difasilitasi oleh KPU ini? Untuk menjawab ini, diperlukan kesepahaman bersama dari banyak pihak untuk mencari jalan keluarnya.  Dalam hal ini, baik pemerintah, penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu dan masyarakat memiliki perannya masing-masing :a.    Pemerintah selaku pembuat Undang-Undang/regulasi, mau tidak mau harus melakukan revisi terkait Peraturan Perundang-undangan yang masih menimbulkan banyak polemik;b.   KPU sebagai penyelenggara Pemilu, harus mampu mengejawantahkan aturan perundang-undangan yang disusun pemerintah tersebut ke dalam peraturan teknis yang aplikatif di lapangan. KPU juga harus tanggap dengan masih banyaknya kelemahan yang ada dalam regulasi kampanye di Pilkada Serentak Tahun 2015 yang perlu untuk direvisi. Sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 maupun Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, dinilai masih memiliki kekurangan dan berpeluang menimbulkan konflik, misalnya, belum adanya ketentuan akan definisi kampanye, intrepretasi yang berbeda terhadap lokasi pemasangan APK yang difasilitasi oleh KPU, masih belum adanya uraian fasilitas negara yang terinci dengan jelas, terbatasnya penyiaran kegiatan debat publik hanya pada lembaga penyiaran publik, ketidakjelasan mekanisme pemberian sanksi terhadap pelanggaran kampanye serta penegasan mengenai ruang lingkup dari unsur-unsur kampanye. pelanggaran-pelanggaran dalam masa kampanye merupakan ranah dan wewenang Panwaslih untuk menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai peraturan yang berlaku.c.    KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Peraturan KPU, harus mampu membuat perencanaan yang memperhatikan kondisi dan dinamika di wilayahnya masing-masing. Sebagai contoh, ketika menentukan ukuran APK, KPU Kabupaten/Kota tidak bisa hanya mempertimbangkan aspek kepuasan peserta Pemilu, tapi juga harus memperhatikan aspek geografis di tingkat kecamatan dan desa masing-masing;d.   Panwaslih harus bertindak tegas dan tidak tebang pilih dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu, mengingat bahwa pelanggaran-pelanggaran dalam masa kampanye merupakan ranah dan wewenang Panwaslih untuk menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai peraturan yang berlaku;e.    Peserta Pemilu harus memahami bahwa aturan main kampanye yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan dan Peraturan KPU, merupakan payung hukum yang harus dipatuhi. Sebagai calon pemimpin daerah, selayaknyalah para kandidat memberikan contoh untuk taat pada regulasi yang berlaku, dan perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan teknis dan jadwal kampanye, pembatasan metode-metode kampanye diarahkan untuk penataan berdasar prinsip kampanye yaitu jujur, terbuka dan dialogis serta untuk mengembalikan kampanye sesuai esensinya, yaitu sebagai wujud pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Kepatuhan setiap kandidat akan memberi manfaat bukan hanya bagi kandidat tetapi juga bagi upaya kita bersama mewujudkan Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat atau sarana demokrasi, menjadi lebih baik di masa yang akan datang.f.     Masyarakat juga harus berperan aktif dalam penyelenggaraan Pemilu, menjadi pemilih yang aktif dan mengawal seluruh proses tahapan Pemilu.

Populer

Belum ada data.